|
Pawiwahan Ageng yang digelar di
Kraton Yogyakarta bisa menjadi cermin bagi Kesultanan di seluruh Indonesia,
khususnya dalam hal pelestarian budaya agung yang semakin terkikis oleh
globalisasi. Hal ini yang dirasakan Kesultanan Sumbawa saat menghadiri
pernikahan GKR Bendara dengan KPH Yudanegara di Kraton Yogyakarta, Selasa
(18/10).
Sistem dalam kesultanan juga bisa
memberikan kontribusi bagi tegaknya konstitusi di Indonesia. Dimana Sultan
sebagai pemimpin tertinggi dalam kesultanan hanya merupakan takdir. "Saya
sebagai sultan itu hanyalah takdir. Karena takdir, maka memiliki tanggungjawab
untuk mensejahterakan rakyat. Dan saya juga bagian dari rakyat itu. Nah, cara
memandang rakyat inilah yang harus diteladani untuk mengokohkan
konstitusi," papar Sultan M Kaharuddin IV.
Dengan memandang rakyat yang
memiliki kedudukan sama, maka kebijakan akan selalu berpijak pada rakyat.
"Dan inti dari kesejahteraan itu ialah menegakkan keadilan. Saya pikir,
jika pemerintahan SBY ini bisa meletakkan rakyat sebagaimana mestinya, maka
Indonesia akan makmur," jelas Sultan M Kaharuddin IV.

Pawiwahan Ageng Jogja Royal Wedding 2011 pernikahan
GKR Bendoro(jeng Reni) dengan KPH Yudanegara (Ubai) telah berlangsung secara
lancar tanggal 17-18 oktober 2011 dan prosesi kirab serta lainnya mendapat
antusias yang luar biasa dari masyarakat Jogja. Pawiwahan ageng putri Bungsu
Sri Sultan HB X ini juga menjadi acara yang multi fungsi karena bisa menjadi
pendongkrak wisatawan mancanegara dan juga sebagai event promosi wisata budaya
Jogja. Tapi ada yang kurang memuaskan menurut saya atas terselenggaranya
pawiwahan Ageng kali ini.
Apa itu? kalau beberapa waktu lalu ketika pernikahan
pangeran inggris digembar-gemborkan hampir di setiap televisi indonesia
menyiarkan secara Live acara pernikahannya tetapi untuk acara Pawiwahan Ageng
pernikahan GKR Bendoro dengan KPH Yudanegara di Jogja apakah sebagian besar
televisi Nasional menyiarkan secara langsung pernikahannya juga? Coba tebak
kenapa hayo? Bagi masyarakat Jogja yang kritis mungkin hal ini menjadi satu
pertanyaan yang perlu disikapi Pawiwahan Ageng Jogja Royal Wedding 2011.



Tiga hari rangkaian prosesi pernikahan keraton ngayogyakarta hadiningrat telah dilalui, alhamdulillah lancar (menurut kita). esok pagi akan menjadi hari yang berbeda kembali, bukan hanya bagi mempelai berdua maupun keluarga, tetapi bagi setiap warga masyarakat. akankah peristiwa langka ini membekas di benak masyarakat? bentuk bekas ini bisa bermacam-macam, bisa tentang “inilah tradisi jawa yang konon katanya masyhur” atau “besok kalau aku nikah akan seperti ini”, atau bisa yang lainnya.
Kita ingat
kembali bagaimana peristiwa pengakuan UNESCO atas batik Indonesia, sehingga
setelah hari itu masyarakat tidak terkecuali anak muda semakin senang
menggunakan pakaian corak batik, yang mana sebelumnya terkesan tua, kini
menjadi pemandangan yang lumrah ketika masyarakat menggunakan batik. akankah
besok masyarakat semakin mencintai budaya lokal, terutama budaya jawa? akankah
masyarakat, terutama remaja putri semakin suka dengan kebaya? kemudian, akankah
setelah hari ini masyarakat semakin bersemangat dalam mencari informasi
mengenai budaya jawa? sebenarnya kini sedang mulai ngetren masyrakat mendatangi
tempat-tempat yang bernuansa budaya di samping tempat-tempat yang lebih
bersifat hedonistis. semoga saja semangat ini semakin kuat dengan
diperkenalkannya budaya melalui pernikahan ini.
Kemudian,
satu hal yang tidak kalah penting, berkaitan meneladani sikap kesederhanaan
keraton. Sederhana berbeda dengan hidup seadanya, tetapi dengan kehidupan yang
ada kita tidak menjadi sok besar, sebagaimana yang telah dicontohkan oleh
keraton
melalui setiap
prosesi yang telah berlangsung dan setiap sikap keraton kepada masyarakat.
Semoga kasultanan Ngayogyakarta hadiningrat benar-benar menjadi istimewa, baik
secara pengakuan masyarakat maupun kecara politik dan hukum. kita sebagai
masyarakat begitu merindukan keraton dan kesultanan ini menjadi sebagaimana
yang telah dinyatakan oleh Sri Sultan Hamengkubuwana IX “tahta untuk rakyat”.
Semua semoga bukan hanya sekedar semoga, tetapi semoga benar-benar menjadi
benar dan nyata. karena Yogya memang istimewa.
