Frasa
Frasa
adalah satuan yang terdiri atas dua kata atau lebih yang menduduki satu fungsi
kalimat. Lebih tepatnya, frase merupakan satuan linguistik yang lebih besar
dari kata dan lebih kecil dari klausa dan kalimat. Frase adalah kumpulan kata nonpredikatif.
Artinya frase tidak memiliki predikat dalam strukturnya. Itu yang membedakan
frase dari klausa dan kalimat.
Dalam
kamus besar bahasa Indonesia (Mulyono, dkk, 1991: 281) dikemukakan bahwa frasa
adalah gabungan dua kata atau lebih yang bersifat nonpredikatif. Sejalan itu,
Parera (1993 : 32) mengemukakan bahwa frasa adalah suatu konstruksi yang dapat
dibentuk oleh dua kata atau lebih, baik dalam bentuk sebuah pola kalimat maupun
tidak. Senada dengan pengertian di atas Ramlan (dalam Djumingin, 2001: 3)
mengemukakan bahwa frasa dalah satuan limguistik yang secara potensial
merupakan gabungan dua kata atau lebih yang tidak melampaui batas subjek atau
predikat dengan kata lain sifatnya tidak predikatif. Demikian pula yang di
kemukakan oleh Chaer (1994: 222) bahwa frasa adalah satuan gramatikal yang
berupa gabungan kata yang mengisi salah satu fungsi sintaksis dalam kalimat.
Dari
keempat pengertian frasa yang di kemukakan di atas, tampaknya tidak mempunyai
perbedaan yang mendasar, kecuali dari segi redaksi kalimat. Dari pengertian
frasa di atas dapat di kemukakan beberapa unsur dalam frasa, yaitu: 1) frasa
terdiri dari dua kata atau lebih, 2) nonpredikat, 3) dapat menduduki fungsi
sintaksis. Dari ketiga unsur tersebut dapat disimpulkan bahwa frasa adalah
gabungan dua kata atau lebih yang non predikatif yang dapat menduduki fungsi
sintaksis.
1.
Frasa
eksosentrik adalah frasa yang tidak mempunyai
distribusi yang sama dengan semua unsurnya. Frasa ini tidak mempunyai unsur
pusat. Jadi, frasa eksosentris adalah frasa yang tidak mempunyai UP. Sutarno
(1979 : 137) mengemukakan, bahwa frasa eksosentris adalah frasa yang dalam
kalimat/kesatuan bahasa yang lebih besar mempunyai fungsi (lingkungan
distribusi) tidak sama dengan unsur langsungnya atau tidak mengikuti unsur
langsungnya.
Ø Dilihat
dari tipe konstruksinya:
a. Frase
eksosentrik predikatif adalah frasa eksosentris yang salah satu unsurnya
berfungsi sebagai predikat dan unsurnya dapat dipertukarkan.
ü Waktu
ayahku datang, Ibu memasak di dapur.
ü Ketika
tamu sudah berdatangan, para petugas sibuk sekali
b. Frase
eksosentrik objektif adalah frasa eksosentris yang kedudukannya salah satu
unsurnya berfungsi sebagai objek.
ü lari
kencang
ü makan
daging
c. Frase
eksosentrik konjungtif frasa eksosentris yang salah satu terdiri atas konjungtif
biasanya dengan kata sambung.
ü Saya
pergi ke dokter, karena badan tidak sehat
ü Kita
akan lulus ujian, bila rajin belajar.
d. Frase
endosentris presiposisional frasa eksosentris yang salah satu terdiri atas preposisi/
kata depan.
ü dengan
gembira
ü di
pasar
Ø Dilihat
dari hubungan unsure langsungnya
a.
Frase eksosentrik
koordinatif
b.
Frase eksosentrik
subordinatif
2.
Frasa endosentrik
adalah frasa yang mempunyai distribusi yang sama dengan unsurnya, baik semua
unsurnya maupun salah satu dari unsurnya. Kedudukan frasa ini dalam fungsi
tertentu, dpat digantikan oleh unsurnya. Unsur frasa yang dapat menggantikan
frasa itu dalam fungsi tertentu yang disebut unsur pusat (UP). Dengan kata
lain, frasa endosentris adalah frasa yang memiliki unsur pusat. Sutarno (1979 :
128) mengemukakan bahwa frasa endosentris adalah frasa yang satuan kontruksinya
berdistribusi dan berfungsi sama dengan salah satu anggota pembentuknya. dengan
kata lain, frasa yang mempunyai fungsi yang sama dengan salah satu atau semua
unsur langsungnya. Dari pengertian frasa endosentris tersebut dapat dipahami,
bahwa dalam frasa endosentris terdapat dua unsur, yaitu unsur pusat dan unsur
atribut.
Ø Frasa
endosentrik koordinatif yaitu frasa yang unsur – unsurnya setara/ yang
kedudukan unsurnya sama dalam kalimat.
Contoh:
ü · Dua
tiga
ü · Ayah
ibu
ü · Penerimaan
dan pengeluaran
a. Frasa
endosentrik koordinatif nominal/ kata benda
ü piring
mangkuk
ü kuda
sapi
b. Frasa
endosentrik koordinatif verbal/ kata kerja
ü makan
minum
ü menendang
memukul
c. Frasa
endosentrik koordinatif adjektif/ sifat
ü baik
buruk
ü pemarah
pembohong
d. Frasa
endosentrik koordinatif adverbial/ keterangan
ü siang
malam
ü senin
selasa
Ø Frasa
endosentrik atributif yaitu frasa yang salah satu unsurnya merupakan atribut/
yang kedudukan unsurnya berbeda.
Contoh
:
· Minggu
depan
· Sedang
bekerja
· Lapangam
luas
Ø Frasa
endosentrik apositif yaitu frasa yang salah satu unsurnya merupakan aposisi/
unsur yang salah satunya diterangkan dan salah satunya menerangkan.
Contoh
:
·
Zildan
teman dekatku
·
Jakarta
kota metropolitan.
KLAUSA
Arti Klausa adalah satuan
gramatik yang terdiri atas S–P baik disertai O, PEL, dan KET maupun tidak.
Dengan ringkas, klausa ialah S P (O) (PEL) (KET). Tanda kurung menandakan bahwa
yang terletak dalam kurung itu bersifat manasuka, artinya boleh ada, boleh juga
tidak ada.
Contoh:
Ketika orang-orang mulai menyukai ayam bekisar, Edwin sudah memelihara
untuk dijual di pasaran.
Kalimat di atas terdiri dari empat klausa, yaitu:
1. (ketika) orang-orang mulai (S–P);
2. menyukai ayam bekisar (P–O);
3. Edwin sudah memelihara (S–P); dan
4. untuk dijual di pasaran (P–Ket.).
3 dasar analisis klausa:
a.
Berdasarkan fungsi unsur.
Contoh: Anak nakal.
F:
S P
b.
Berdasarkan kategori kata/ frasa.
Contoh: Saya membeli baju.
F: S
P O
K:
N V N
c.
Berdasar pesan/ makna
|
predikat
|
subjek
|
objek 1
|
objek 2
|
pelengkap
|
keterangan
|
Peran atau
makna
|
Perbuatan
Keadaan
Pengenal
Jumlah
Pemerolehan
|
Pelaku
Alat
Sebab
Penderita
Hasil
Tempat
Penerima
Pengalaman
Dikenal Terjumlah
|
Penderita Penerima
Tempat
Alat
Hasil
|
Penderita
Hasil
|
Penderita
Pelengkap
|
Tempat Waktu
Cara
Penderita
Peserta
Alat
Sebab
Pelaku
Keseringan
Perbandingan
Pengecualian
|
Contoh: Andi memukul
Rita.
F:
S P
O
K:
N V
N
P/M:
pelaku perbuatan penerima
Penggolongan Klausa
1. Klausa Berdasarkan Struktur Intern
Unsur inti klausa ialah S dan P. Namun demikian, S sering kali dihilangkan dalam
kalimat luas sebagai akibat penggabungan klausa dan dalam kalimat jawaban.
Klausa yang terdiri atas S dan P disebut klausa lengkap, sedangkan klausa yang
tidak ber-S disebut klausa tidak lengkap.
Contoh:
- Din tidak masuk sekolah karena din sakit.
Subjek din dalam anak kalimat dapat dihilangkan akibat penggabungan klausa
din tidak masuk sekolah dan din sakit.
- Sedang bermain-main.
Sebagai jawaban pertanyaan Anak-anak itu sedang apa? Klausa dibagi menjadi
dua macam, yaitu klausa lengkap dan klausa tidak lengkap. Klausa lengkap,
berdasarkan struktur internnya, dapat dibedakan menjadi dua golongan, yaitu
klausa lengkap yang S-nya terletak di depan P, dan klausa lengkap yang S-nya
terletak di belakang P. Klausa yang S-nya terletak di depan P disebut klausa
lengkap susun biasa. Klausa lengkap yang S-nya terletak di belakang P disebut
klausa lengkap susun balik atau
klausa inversi.
Contoh:
Klausa lengkap susun biasa
-
Bapak tidur.
Klausa lengkap susun balik
-
Besar sekali balonnya.
Klausa tidak lengkap sudah tentu hanya terdiri atas unsur P, disertai O,
PEL, atau KET.
Contoh:
e. sedang bermain-main
f. menulis surat
g. telah berangkat ke Jakarta
Klausa e terdiri atas P, klausa f terdiri atas P diikuti O, dan klausa g
terdiri atas P diikuti KET.
2. Klausa Berdasarkan Ada Tidaknya Kata Negatif yang secara Gramatik
Menegatifkan P
a. Klausa Positif
Klausa positif ialah klausa yang tidak memiliki kata negatif yang secara
gramatik menegatifkan P.
Contoh:
- Mereka diliputi oleh perasaan senang.
- Mertua itu sudah dianggap sebagai ibunya.
b. Klausa Negatif
Klausa negatif ialah klausa yang memiliki kata-kata negatif yang secara
gramatik menegatifkan P. Kata-katanegatif itu ialah tiada, tak, bukan, belum,
dan jangan.
Contoh:
- Orang tuanya sudah tiada.
- Yang dicari bukan dia.
3. Penggolongan Klausa Berdasarkan Kategori Kata atau Frasa yang Menduduki
Fungsi P
P mungkin terdiri atas kata atau frasa golongan N, V, Bil, dan FD.
Berdasarkan golongan atau kategori kata atau frasa yang menduduki fungsi P,
klausa dapat digolongkan menjadi empat golongan.
a. Klausa Nominal
Klausa nominal ialah klausa yang P-nya terdiri atas kata atau frasa
golongan N.
Contoh:
- Ia guru.
- Yang dibeli orang itu sepeda.
Kata golongan N ialah kata-kata yang secara gramatik
mempunyai perilaku sebagai berikut.
- Pada tataran klausa dapat menduduki fungsi S, P, dan O.
- Pada tataran frasa tidak dapat dinegatifkan dengan kata tidak, melainkan
dengan kata bukan, dapat diikuti kata itu sebagai atributnya, dan dapat
mengikuti kata depan di atau pada sebagai aksisnya.
b. Klausa Verbal
Klausa verbal ialah klausa yang P-nya terdiri atas kata atau frasa golongan
V.
Contoh:
- Petani mengerjakan sawahnya dengan tekun.
- Dengan rajin, bapak guru memeriksa karangan murid.
Kata golongan V ialah kata yang pada tataran klausa cenderung menduduki
fungsi P dan pada tataran frasa dapat dinegatifkan dengan kata tidak. Misalnya
kata-kata berdiri, gugup, menoleh, berhati-hati, membaca, tidur, dan kurus.
Berdasarkan golongan kata verbal itu, klausa verbal dapat digolongkan
sebagai berikut.
1) Klausa verbal adjektif
Klausa ini P-nya terdiri atas kata golongan V yang termasuk golongan kata
sifat atau terdiri atas frasa golongan V yang unsur pusatnya berupa kata sifat.
Contoh:
-- Udaranya panas sekali.
-- Harga buku sangat mahal.
2) Klausa verbal intransitif
Klausa ini P-nya terdiri atas kata verbal yang termasuk golongan kata kerja
intransitif atau terdiri atas frasa verbal yang unsur pusatnya berupa kata
kerja intransitif.
Contoh:
-- Burung-burung beterbangan di atas permukaan air laut.
-- Anak-anak sedang bermain-main di teras belakang.
3) Klausa verbal aktif
Klausa ini P-nya terdiri atas kata verbal yang termasuk golongan kata kerja
transitif atau terdiri atas frasa verbal yang unsur pusatnya berupa kata kerja
transitif.
Contoh:
-- Arifin menghirup kopinya.
-- Ahmad sedang membaca buku novel.
4) Klausa verbal pasif
Klausa ini P-nya terdiri atas kata verbal yang termasuk golongan kata kerja
pasif atau terdiri atas frasa verbal yang unsur pusatnya berupa kata kerja
pasif.
Contoh:
-- Tepat di muka pintu, aku disambut oleh seorang petugas.
-- Presiden dan Wakil Presiden dipilih oleh MPR untuk jangka waktu lima
tahun.
5) Klausa verbal yang refleksif
Klausa ini P-nya terdiri atas kata verbal yang termasuk golongan kata kerja
refleksif, yaitu kata kerja yang menyatakan perbuatan yang mengenai pelaku
perbuatan itu sendiri. Pada umumnya kata kerja ini berbentuk kata kerja meN-
diikuti kata diri.
Contoh:
-- Anak-anak itu menyembunyikan diri.
-- Mereka sedang memanaskan diri.
6) Klausa verbal yang resiprokal
Klausa ini P-nya terdiri atas kata verbal yang termasuk golongan kata kerja
resiprokal, yaitu kata kerja yang menyatakan kesalingan . Bentuknya ialah
(saling) meN-, saling ber-an dengan proses pengulangan atau tidak dan saling
meN-.
Contoh:
-- Pemuda dan gadis itu berpandang-pandangan.
-- Mereka saling memukul.
c. Klausa Bilangan
Klausa bilangan atau klausa numeral ialah klausa yang P-nya terdiri atas
kata atau frasa golongan bilangan.
Contoh:
- Roda truk itu ada enam.
- Kerbau petani itu hanya dua ekor.
Kata bilangan ialah kata-kata yang dapat diikuti oleh kata penyukat. rang,
ekor, batang, keping, buah, kodi, helai, dan masih banyak lagi. Misalnya kata
satu, dua, dan seterusnya; kedua, ketiga, dan seterusnya; beberapa, setiap, dan
sebagainya; sedangkan frasa bilangan ialah frasa yang mempunyai distribusi yang
sama dengan kata bilangan, misalnya dua ekor, tiga batang, lima buah, setiap
jengkal, beberapa butir, dan sebagainya.
4. Klausa Depan
Klausa depan atau klausa preposisional ialah klausa yang Pnya terdiri atas
frasa depan, yaitu frasa yang diawali oleh kata depan sebagai penanda.
Contoh:
a. Kredit itu untuk para pengusaha lemah.
b. Pegawai itu ke kantor setiap hari.
Dalam kalimat tertentu, klausa memiliki dua bagian, yakni klausa induk
(induk kalimat) dan klausa subordinatif (anak kalimat). Keberadaan klausa induk
dan klausa anak ini mensyaratkan konstruksi tataran sintaksis yang lebih besar.
Penggabungan klausa induk dan klausa anak berarti klausa tersebut memasuki
tahap struktur kalimat. Penghubungan antar klausa ini mensyaratkan kehadiran
konjungsi (kata sambung). Dilihat dari perilaku sintaksisnya dalam kalimat,
konjungsi dibagi menjadi empat kelompok, yaitu konjungsi koordinatif (dan,
serta, atau, tetapi, . . .); konjungsi korelatif (baik . . . maupun . . .;
entah . . . entah . . .; tidak hanya . . ., tetapi juga . . .; . . .);
konjungsi subordinatif (sejak, karena, setelah, seperti, agar, dengan, . . .
.); dan konjungsi antarkalimat (meskipun demikian begitu, kemudian, oleh karena
itu, bahkan, lagi pula, . . .).
Contoh:
a. Dia menangis dan istrinya pun tersedu-sedu.
b. Entah disetujui entah tidak, dia tetap akan mengusulkan gagasannya.
c. Narto harus belajar giat agar naik kelas.
d. - Kami tidak sependapat dengan dia. Kami tidak akan menghalanginya.
d. - Kami tidak sependapat dengan dia. Biarpun begitu, kami tidak akan
menghalanginya.
Konjungsi-konjungsi itu dapat menghubungkan kata, frasa, ataupun klausa.
Dalam hubungannya dengan kata dan frasa, bentuk konjungsi bertindak sebagai
preposisi. Dalam hubungannya dengan klausa, bentuk konjungsi bertindak sebagai
murni konjungsi. Dengan demikian, kalimat frasa dan klausa pun dapat
diidentifikasi.